Ketidaktahuan itulah, akhirnya salah satu korban penyalahgunaan di Jakarta bernama Dinda (28) sudah menggunakan kokain pada usia 11 tahun saat dia masih duduk di kelas lima SD. Awalnya Dinda diberi kokain oleh temannya sesama pemain basket yang sudah duduk dibangku SMA.
“Aku tidak tahu kalau itu kokain, aku kira hanya suplemen atau vitamin. Teman saya bilang kalau menggunakan kokain tidak cepat lelah waktu belajar atau main basket,” kata Dinda. Anak kelima dari sembilan bersaudara ini baru tahu pada waktu ada penyuluhan saat SMP kelas dua, karena ada slide gambar yang ditampilkan tentang jenis – jenis narkoba.
Setelah tahu bahwa itu narkoba jenis kokain, Dinda masih belum sadar, namun dampak dari kokain ini membuatnya semakin kecanduan dan progresif. Sampai usia 18 tahun akhirnya dia pulih dari kecanduan kokain. Namun saat mengalami goncangan karena perceraian dengan suaminya, saat usia 24 tahun, Dinda kambuh lagi dan menjadi pecandu.
“Kali ini aku menggunakan putau, aku sembuhnya dari putau setelah sadar dan terus terang kepada papa karena tidak sanggup lagi dan minta tolong untuk direhabilitasi,” katanya. Dampak dari penggunaan putau menurut Dinda sangat beda dari narkoba lainnya. Kalau menggunakan narkoba selain putau dampaknya lebih ke mental. Bila menggunakan putau dampaknya ke fisik dan sakit – sakit semua badan dan sudah tidak kuat lagi rasanya, katanya.
Wanita yang bertumbuh kurus kecil dan berkulit putih ini mengatakan bahwa dampak dari penyalahgunaan narkoba bukan hanya pada pribadi pengguna tapi juga keluarganya. Akhirnya Dinda melakukan rehabilitasi di Yakita selama enam bulan kemudian mengambil kelas konselor. Sudah dua tahun ini, Dinda bergabung di Yakita sebagai konselor yang membantu para pecandu terlepas dari jeratan zat adiktif tersebut.
Masuk sebagai kurikulum Sebagai korban penyalahgunaan narkoba karena ketidaktahuannya, Dinda mengharapkan agar tidak ada korban seperti dirinya. Dia mengharapkan agar pemerintahan dalam menjalankan program pencegahan narkoba, memasukan tentang bahaya narkoba sebagai kurikulum sekolah bukan sebagai ekstrakurikuler.
“Apalagi saat ini pemerintah sudah menyatakan darurat narkoba, saya pengennya tentang zat adiktif ini ada di materi kurikulum sekolah dan untuk dipelajari apa bahayanya,” kata Dinda. Sebagai konselor, dia pernah menemukan anak masih balita menggunakan sabu, karena ketidaktahuan lingkungan sekitarnya.
Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional, sepanjang tahun 2016 BNN telah melaksanakan tugas di bidang demand reduction berupa advokasi, sosialisasi, dan kampanye “Stop Narkoba” sebanyak 12.566 kegiatan yang melibatkan 9.177.785 orang dari berbagai kalangan, baik kelompok masyarakat, pekerja, maupun pelajar. Tercatat sebanyak 894 instansi pemerintah dan swasta, serta 834 kelompok masyarakat dan lingkungan pendidikan, yang didorong BNN untuk peduli terhadap permasalahan narkotika, hingga akhirnya memiliki kebijakan pembangunan berwawasan anti narkoba.
Pada 2016, BNN memberikan layanan rehabilitasi terhadap 22.485 pecandu dan penyalah guna narkotika serta layanan pascarehabilitasi terhadap 10.782 mantan pecandu dan penyalah guna narkotika. Dari jumlah tersebut terdapat 15.971 pecandu dan penyalah guna narkotika yang telah selesai menjalani program rehabilitasi dan 9.408 mantan pecandu serta penyalah guna narkotika yang telah selesai menjalani program pascarehabilitasi. Jumlah tersebut terdata 7.292 mantan pecandu yang tidak kambuh kembali dari lembaga rehabilitasi instansi pemerintah maupun komponen masyarakat dan 2.131 mantan pecandu dari lembaga pascarehabilitasi.
Program layanan rehabilitasi instansi pemerintah terdiri dari layanan rehabilitasi rawat jalan dan rawat inap. Jumlah penyalah guna, pecandu, dan korban penyalah guna yang memperoleh layanan rehabilitasi rawat jalan adalah 13.026 orang dari target 5.300 orang atau sekitar 245,77 persen dari target yang ditetapkan.
Selain melaksanakan program rehabilitasi rawat jalan, BNN juga melaksanakan program rehabilitasi rawat inap terhadap 7.379 orang. Secara keseluruhan jumlah penyalah guna, pecandu dan korban penyalah guna yang memperoleh layanan rehabilitasi di instansi pemerintah mencapai 20.223 orang.
Rehabilitasi merupakan proses layanan secara terpadu untuk membebaskan penyalah guna dan atau pecandu narkotika dari ketergantungan dan pemulihan baik fisik, mental maupun sosial, agar dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan bermasyarakat.
Selanjutnya BNN juga memiliki program pascarehabilitasi yang merupakan tahapan pembinaan lanjutan yang diberikan kepada penyalahguna dan atau pecandu narkoba setelah menjalani rehabilitasi dan merupakan bagian yang integral dalam rangkaian rehabilitasi ketergantungan narkoba.