Iwan Gustiawan
Kasi Pidsus Kejari Selong Iwan Gustiawan

LOMBOKita – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Badan Litbang dan Inovasi (BLI), menyelidiki potensi kerugian negara dalam penanganan kasus dugaan korupsi penggunaan kawasan hutan lindung di wilayah register tanah kehutanan (RTK-15), Kabupaten Lombok Timur.

“Informasinya, dari kementerian sudah menerima permintaan kita, dan sekarang sedang dilakukan perhitungan,” kata Kasi Pidsus Kejari Selong Iwan Gustiawan kepada wartawan di Mataram, Kamis.

Saat disinggung apakah pihak kementerian akan menurunkan tim ke lokasi guna melengkapi materi penyelidikan kerugian negaranya.

Terkait dengan itu, Iwan mengaku bahwa pihaknya belum menerima kabar lanjutan dari kementerian. Melainkan proses penyelidikannya masih menggunakan data yang sebelumnya telah diambil pada saat perhitungan kerugian negara untuk kasus penerbitan puluhan sertifikat hak milik (SHM) di dalam kawasan RTK-15.

“Jadi sebagian besar data sudah ada mereka kantongi saat turun ke Sekaroh (RTK-15) beberapa waktu lalu. Mungkin, data itu dinilai masih cukup untuk melakukan penyelidikan kerugian negaranya,” ujar Iwan.

Namun jika dari pihak kementerian ingin turun lagi ke lokasi, Iwan menegaskan bahwa pihaknya siap memberikan pendampingan lapangan.

Sembari menunggu hasil penyelidikan kerugian negaranya, Tim Penyidik Jaksa Kejari Selong dikatakannya masih melakukan pemeriksaan saksi dan pengumpulan alat bukti lainnya.

“Pendalaman materi penyidikan masih terus lanjut, pemeriksaan beberapa saksi tetap berjalan. Nantinya, kalau sudah turun hasil dari kementerian, baru kita bisa tentukan langkah selanjutnya,” katanya.


Berita terkait:

Kasus Hutan Sekaroh Mulai Disidangkan

Kejari Selong Telusuri Aliran Pajak PT APC

APC Mengajukan Praperadilan ke PN Selong

Kejaksaan Negeri Selong Siap Hadapi Gugatan APC

Dalam penyidikan kasus dugaan korupsi penggunaan kawasan RTK-15 ini, Kejari Selong telah menetapkan dua tersangka, yakni mantan Kadis Kehutanan NTB berinisial AP dan perusahaan asal Italia yang bergerak di bidang pembibitan dan budidaya mutiara.

Korporasi berinisial APC itu ditetapkan sebagai tersangka karena tidak mengantongi izin usaha dalam pembuatan sarana penunjang pembibitan dan budidaya mutiaranya di atas lahan seluas 1,3 hektara dalam kawasan RTK-15, terhitung sejak tahun 2006.

Sedangkan keterlibatan AP, pejabat yang masih aktif duduk di kursi Pemprov NTB itu ditetapkan sebagai tersangka saat memangku jabatan sebagai Kepala Bidang Planologi Dishut NTB.

AP diduga menyalahgunakan kewenangan saat masih menjabat sebagai Kabid Planologi Dishut NTB pada tahun 2007 hingga membiarkan PT APC mendirikan sarana penunjang di dalam kawasan RTK-15.