LOMBOKita – Pengamat hukum dan politik Nicolaus Pira Bunga SH.MHum menilai keputusan paripurna DPR-RI yang akhirnya mensahkan RUU Penyelenggaraan Pemilu 2019 menjadi Undang-Undang melalui opsi Presidential Threshold 20-25 persen, adalah sesuatu yang sangat mendebarkan.

“Opsi Presidential Threshold 20-25 persen itu dalam kerangka memperkuat pemerintahan dan dukungan di parlemen serta mencegah pemerintahan yang terbelah. Ini yang mendebarkan,” kata staf pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang itu, Sabtu.

Mantan Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Undana Kupang itu mengapresiasi pengambilan keputusan akhir dalam rapat paripurna DPR-RI pada 20 Juli 2017 terkait RUU Penyelenggaraan Pemilu, dimana mayoritas anggota DPR memilih opsi A dari lima opsi yang ditawarkan.

Opsi A (Presidential threshold 20-25 persen), parliamentary threshold 4 persen, sistem pemilu terbuka, alokasi kursi 3-10 kursi per daerah pemilihan, serta metode konversi suara saint langue murni yang akhirnya diambil melalui voting.

Ia mengatakan sekalipun ada perbedaan pilihan terhadap opsi-opsi yang ditawarkan, namun secara demokratis pilihan dan keputusan telah ada dan tentunya ada yang puas dan ada pula yang tidak puas.

Namun, itulah dinamika dalam pilihan politik para wakil rakyat sebagai manifestasi dari rakyat untuk sebuah pesta demokrasi yang namanya Pemilu sehingga harus dihormati.

Sebab, bagaimanapun semua pihak ingin agar dengan UU Pemilu ini, kualitas demokrasi Indonesia, kualitas penyelenggaraan Pemilu bisa lebih baik lagi.

DPR-RI telah menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu yang di dalamnya mencantumkan ketentuan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen untuk ditetapkan sebagai Undang-Undang.

Keputusan itu diambil melalui pemungutan suara, dimana anggota DPR dari 6 (enam) fraksi, yaitu PDIP, Golkar, Nasdem, PPP, Hanura, dan PKB menyetujui paket A yang di dalamnya ada Presidential Threshold 20-25 persen.

Sedangkan 4 (empat) partai, Gerindra, Demokrat, PKS, dan PAN memilih walk out dalam pemungutan suara.

Paket B (Presidential threshold nol persen, parliamentary threshold 4 persen, sistem pemilu terbuka, alokasi kursi 3-10 kursi, metode konversi suara quota hare.

Paket C (Presidential threshold 10-15 persen, parliamentary threshold 4 persen, sistem pemilu terbuka, alokasi kursi 3-10 kursi per dapil, metode konversi suara quota hare).

Paket D (Presidential threshold 10-15 persen, parliamentary threshold 5 persen, sistem pemilu terbuka, alokasi kursi 3-8 kursi, metode konversi suara saint lague murni.

Paket E (Presidential threshold 20-25 persen, parliamentary threshold 3,5 persen, sistem pemilu terbuka, alokasi kursi 3-10 kursi, metode konversi suara quota hare).

Pointnya bahwa Presidential threshold 20 persen dari perolehan jumlah suara sah dan 25 persen dari kursi DPR (20/25 persen, Pemilu 2014) dalam kerangka memperkuat sistem presidential.

“Presidential threshold 20/25 persen dalam kerangka memperkuat pemerintahan, memperkuat dukungan di parlemen dan mencegah pemerintahan yang terbelah,” demikian Nicolaus Pira Bunga. ant