LOMBOKita – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengapresiasi temuan konversi energi listrik dari pohon kedondong yang dibuat Naufal Raziq (15) siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Langsa. BPPT menyarankan perlunya pengembangan lebih lanjut dalam pemanfaatannya.

Listrik kedondong pagar sempat viral sebab menyala di Desa Tampur Paloh, Kecamatan Simpang Jerning, Kabupaten Aceh Timur.

Deputi Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi BPPT, Eniya Listyani Dewi, mengatakan, pada dasarnya semua makanan minuman yang mengandung asam dapat menjadi sumber energi baterai.

“Hanya saja yang perlu diperhatikan kemampuannya dalam menghasilkan arus listrik dapat berlangsung lama dan stabil, sehingga dapat menjadi sumber listrik yang mumpuni dapat digunakan sehari-hari,” katanya di Jakarta, Senin (29/5).

Eniya menambahkan, semangat dan bakat peneliti Naufal harus terus dibina dan dikembangkan. Yang dilakukan oleh Naufal itu pembuktian teori baterai Volta atau Daniel cell.

Ia menjelaskan, dari percobaan dengan buah lemon perlu 16.500 buah lemon untuk bisa mencharge handphone sebesar 500 miliAmpere (mA) atau 0,5 Ampere. Dengan sistem batere volta tersebut selama perbedaan potensial 2 elektroda itu besar seperti potensial antara lithium dan emas maka akan didapat voltase 4.56 volt, tetapi tentu saja mahal karena jenis elektrodanya.

Kepala Balai Besar Teknologi Konversi Energi BPPT Andhika Prastawa mengungkapkan, dari sisi kelistrikan perlu penyempurnaan teknik bagaimana listrik diambil. Kesempurnaan sambungan untuk mengeliminir jatuhnya tegangan yang bisa mempengaruhi daya.

Ia menambahkan, tim dari BPPT juga telah diutus ke lokasi untuk mengukur tingkat keasamanan kedondong pagar yang mampu menghasilkan listrik itu. Pengukuran besaran listrik itu dilakukan pada pohon kedondong pagar yang ditanam di area pembinaan masyarakat PT Pertamina EP Aset I Field Rantau.

Untuk menyimpan energi listrik yang dihasilkan kedondong pagar diperlukan media penyimpan seperti baterai Lithium Ion. Penyimpanan energi ini dimaksudkan agar energi yang dihasilkan tidak mengalami pengurangan daya.

“Ada baiknya memang harus bisa saling mengkompensasi dan berkombinasi dengan energi lainnya seperti solar cell(photovoltaic), wind turbine. Tidak hanya pohon kedondong saja. Kalau sendiri-sendiri fluktuatif,” paparnya.

Dari pengamatan tim BPPT, sejumlah 6 pohon kedondong dipasang masing-masing 6 pasang elektroda Zn-Cu (seng dan tembaga). Dari rangkaian seri-paralel, di ujung elektroda diperoleh pengukuran tegangan total sebesar 2,774 Vdc.

Ujung rangkaian pohon ini dihubungkan pada converter arus searah untuk mencatu baterai bertegangan 3,5 Vdc, kemudian melalui inverter dihubungkan ke beban lampu LED 5 watt 220 Vac. Pada saat lampu dinyalakan, setelah 10 menit, terukur tegangan dari pohon energi turun dari 2,774 Vdc menjadi 1,870 Vdc.

Dengan laju penurunan tegangan seperti itu diperkirakan 6 pohon kedondong tersebut hanya sanggup mencatu lampu tidak lebih dari 20 menit. Dengan perkiraan energi sekitar 1,7 Wh atau 1,7 watt selama 1 jam. Meskipun terbukti pohon kedondong dapat menghasilkan listrik namun belum mencukupi kebutuhan listrik secara wajar.

Listrik dari pohon kedondong hanya dapat dijadikan salah satu sumber energi bagi peralatan yang membutuhkan energi rendah.

Senada dengan itu Manager Public Relation PT Pertamina EP, Muhammad Baron, mengatakan, Naufal dalam penemuannya memang ingin memberi manfaat bagi masyarakat luas. Pohon kedondong merupakan pohon endemik di lokasi tinggal Naufal.

“Ia jadikan percobaan dan menemukannya pada umur 14 tahun. Temuannya diharapkan sebagai penerangan di daerah yang sulit dialiri listrik tidak untuk kebutuhan rumah tangga,” ucapnya. BeritaSatu