
LOMBOKita – Otoritas Jasa Keuangan Nusa Tenggara Barat mencatat nilai kredit macet perbankan di provinsi itu pada semester I/2017 mencapai Rp708 miliar atau sekitar 2,16 persen.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nusa Tenggara Barat (NTB) Yusri, di Mataram, Jumat, mengatakan angka “non performing loan” (NPL) atau kredit bermasalah tersebut mengalami peningkatan dibandingkan posisi pada akhir Desember 2016 sekitar 1,96 persen atau senilai Rp638 miliar.
“Salah satu penyebab NPL meningkat karena faktor kehati-hatian yang belum kuat dari perbankan,” katanya.
Penyebab lain, menurut Yusri, adalah kondisi ekonomi nasional yang masih lesu di semua sektor, terutama sektor perdagangan yang menjadi basis utama penyaluran kredit produktif.
“Lihat saja, rumah toko (ruko) di Kota Mataram, banyak yang belum termanfaatkan padahal sudah lama dibangun, seperti di sekitar bekas bandara Selaparang,” ujarnya.
Memburuknya kinerja industri perbankan dari sisi NPL juga diikuti dengan melemahnya kinerja penyaluran kredit di NTB, sepanjang semester I/2017.
Data OJK NTB tercatat nilai kredit yang sudah disalurkan oleh 32 bank umum dan 32 bank perkreditan rakyat mencapai Rp31,5 triliun.
Kredit tersebut lebih besar disalurkan ke sektor konsumtif, yakni sebesar 52 persen. Sementara sektor produktif 42 persen, di mana penyumbang terbesar adalah industri perdagangan besar dan eceran sebesar 26 persen.
Menurut Yusri kredit yang disalurkan industri perbankan pada semester I/2017 tumbuh minus 2 persen dibandingkan realisasi penyaluran pada akhir Desember 2016 senilai Rp32,5 triliun.
“Kalau membandingkan dengan semester I/2016 dengan nilai penyaluran kredit Rp32,08 triliun, maka terjadi penurunan Rp1 triliun pada semester tahun ini,” katanya menyebutkan.
Pelambatan penyaluran kredit, kata dia, disebabkan juga oleh kondisi ekonomi yang belum begitu bagus, sehingga mempengaruhi minat pelaku usaha untuk mencari dana pinjaman di bank.
Faktor lainnya adalah belum adanya nasabah baru yang potensial untuk dibantu permodalan oleh perbankan.
Yusri menambahkan, faktor lainnya adalah adanya penyaluran pinjaman lunak oleh BUMN yang ada di NTB, kepada para pelaku UMKM yang menjadi mitra binaannya.
“Bisa saja dipengaruhi adanya pinjaman lunak. Apalagi hampir semua BUMN mengalokasikan keuntungannya untuk program tersebut,” ucapnya.
Meskipun demikian, Yusri berharap target pertumbuhan penyaluran kredit industri perbankan hingga 12 persen pada 2017 bisa tercapai.
Berbagai upaya yang perlu dilakukan perbankan adalah menerapkan prinsip kehati-hatian dan efisiensi serta mendorong terciptanya usaha-usaha baru di tengah masyarakat.