Ilustrasi sarang burung walet

LOMBOKita – Badan Keuangan Daerah Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, segera melakukan kajian terhadap rencana pencabutan Peraturan Daerah tentang Pajak Sarang Burung Walet karena dinilai tidak potensial menjadi pajak daerah.

“Untuk mengkaji pencabutan Peraturan Daerah (Perda) tentang Pajak Sarang Burung Walet, kami akan membentuk tim yang akan melibatkan pihak luar,” kata Kepala Badan Keuangan Daerah (BKD) Kota Mataram HM Syakirin Hukmi di Mataram, Jumat.

Ia mengatakan, tim tersebut akan melibatkan akademisi, pakar ekonomi dan unsur lainnya agar bisa melakukan kajian secara detail sehingga usulan pencabutan perda tersebut tidak menyalahi ketentuan yang ada.

“Kami tidak ingin setelah perda dicabut ternyata sarang burung walet potensial menjadi pajak daerah. Karena itu, kajian akan kami lakukan secara detail dan menyeluruh,” katanya.

Menurut Syakirin yang didampingi Kasubid Penagihan Ahmad Amrin, tingkat kesulitan untuk penangihan pajak sarang burung walet ini cukup tinggi.

Pasalnya, sejauh ini belum ada pengusaha yang mengajukan izin usaha sarang burung walet. Izin usaha itu, katanya, menjadi dasar BKD untuk melakukan penarikan pajak.

“Jika tidak ada izin, maka penarikan pajak sama artinya tidak sah,” katanya.

Amrin menambahkan, pajak sarang burung walet dinilai tidak potensial karena selain belum ada pengusaha yang memiliki izin, realisasi pajak sarang burung walet dari tahun ke tahun tidak pernah tercapai.

Kendati target yang ditetapkan untuk pajak sarang burung walet hanya Rp5 juta, namun target tersebut tidak pernah tercapai bahkan realisasinya sangat kecil.

“Untuk tahun ini, dari Januari sampai sekarang realisasinya masih nol dari target Rp5 juta. Sementara untuk tahun lalu realisasinya sekitar Rp100 ribu,” sebutnya.

Dikatakan, dalam penarikan pajak pajak sarang burung walet, BKD bersifat pasif sebab tidak izin usaha yang menjadi dasar penarikan.