LOMBOKita – Badan Keuangan Daerah Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, segera melakukan revisi tarif pajak reklame sebagai upaya mengoptimalkan potensi pendapatan daerah kota itu.

Kepala Badan Keuangan Daerah (BKD) Kota Mataram HM Syakirin Hukmi di Mataram, Sabtu, mengatakan, revisi pajak reklame tersebut akan dibahas bersama Dinas Perumahan dan Kawasan Perkotaan (Perkim) Kota Mataram.

“Perubahan tarif pajak reklame saat ini masih dalam proses dan ditargetkan rampung tahun ini,” katanya.

Ia mengatakan, Perkim dalam hal ini memiliki peran sebagai pengawas dan penertiban reklame yang dinilai menyalahi aturan dan tidak membayar atau memperpajang izin reklame.

Diakuinya, realisasi pajak reklame saat ini masih rendah yakni masih sekitar Rp1,4 miliar lebih dari target Rp4 miliar, sehingga pihaknya harus bekerja lebih masimal untuk mencapai target tersebut.

“Masih rendahnya realisasi pajak reklame ini dipengaruhi juga dengan adanya pengurangan pemasangan iklan rokok yang menjadi tuntutan dari suara anak Mataram kepada pemerintah kota dalam rangka mewujudkan kota layak anak,” katanya.

Sementara Kepala Dinas Perkim Kota Mataram HM Kemal Islam juga menyampaikan hal yang sama, berdasarkan data realisasi pajak reklame hingga triwulan ketiga merosot dengan capaian baru 36 persen dari target Rp4 miliar.

“Jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, pada triwulan ketiga realisasi pajak reklame sudah berada lebih di atas 50 persen,” katanya kepada sejumlah wartawan.

Dikatakan, penurunan realisasi pajak reklame tahun ini dipengaruhi karena adanya komitmen pemerintah kota untuk mengurangi iklan rokok sebagai upaya mendukung terwujudkan Mataram sebagai kota layak anak.

Untuk mewujudkan Mataram sebagai kota layak anak, pemerintah kota telah menandatangani komitmen bersama untuk melindungi anak dari berbagai paparan sponsor, promosi, iklan dan asap rokok.

Sementara, sambung Kemal, papan reklame milik swasta laris tersewa oleh pengusaha rokok. Tapi dengan adanya komitmen tersebut, pemerintah kota harus melakukan upaya penertiban dan pengurangan iklan rokok secara bertahap.

“Caranya, membatasi masa tayang iklan rokok dan mengatur jarak minimal pemasangan iklan dari lingkungan pendidikan,” katanya.

Batasan izin penanyangan iklan rokok yang telah disepakati saat ini maksimal satu minggu, dari biasanyaa batas maksimal satu bulan.

Sedangkan jarak minimal pemasangan iklan rokok 500 meter dari lingkungan sekolah, dan untuk mencari radius 500 meter dari lingkungan sekolah di kota ini cukup sulit.

“Tapi, mau tidak mau kita harus upayakan agar apa yang menjadi komitmen tersebut bisa dilaksanakan,” katanya.

Selain melakukan pengurangan waktu tayang dan pengaturan radius iklan rokok, untuk meningkatkan pendapatan daerah dari pajak reklame direncanakan juga untuk menaikkan tarif pajak reklame rokok.

“Jadi yang kita prioritaskan adalah kualitas bukan kuantitas,” katanya menambahkan.