
LOMBOKita – Dinas Kelautan dan Perikanan Nusa Tenggara Barat mencatat produksi garam rakyat anjlok dari angka 178.605 ton pada 2015 menjadi hanya 24.307 ton tahun 2016 akibat anomali cuaca.
“Penurunan produksi drastis sekali karena cuaca tidak menentu, kadang panas, kadang hujan, sehingga petani tidak bisa panen secara normal,” kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Nusa Tenggara Barat (NTB) H Lalu Hamdi, di Mataram, Selasa.
Menurut dia, anjloknya produksi garam rakyat pada 2016 menyebabkan harga komoditas tersebut menjadi relatif mahal di pasaran.
Hamdi menyebutkan harga garam kasar di tingkat petani pada saat panen relatif rendah, yakni sekitar Rp300 hingga Rp500 per kilogram (kg), sedangkan pada saat musim hujan Rp750 hingga Rp1.500/kg.
Sementara harga garam halus atau garam rebusan di tingkat petani Rp1.500 hingga Rp2.000/kg.
“Saya belum tahu pasti berapa harga garam di pasaran saat ini. Namun informasinya mengalami kenaikan,” ujarnya.
Adanya kenaikan harga, kata Hamdi, tentu memotivasi para petani garam untuk meningkatkan produksi demi mendapatkan keuntungan yang relatif besar.
Namun upaya tersebut masih dihadapkan pada kondisi anomali cuaca, sehingga produksi belum bisa maksimal.
Ia mengatakan dari informasi sementara yang diperoleh dari petugas lapangan, petani garam di Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, sudah memproduksi garam sebanyak 157 ton selama Juni 2017.
Ada juga produksi garam sebanyak 25 ton dari sentra produksi lainnya, seperti di Kabupaten Lombok Tengah, Lombok Timur, Sumbawa dan Bima.