LOMBOKita – Ketua Bidang Daerah Persatuan Wartawan Pusat Atal S Depari mengingatkan wartawan untuk selalu menjaga hak-hak perempuan dan anak-anak ketika membuat suatu berita kasus kekerasan atau pelecehan seksual.

“Buatlah berita sesuai Kode Etik Jurnalistik (KEJ),” kata Atal ketika menjadi pembicara pada pelatihan pengarusutamaan gender, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak bagi sumber daya manusia media di Mataram, Sabtu.

Pelatihan yang diikuti sebanyak 30 wartawan media cetak dan elektronik tersebut difasilitasi oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), bekerja sama dengan PWI Nusa Tenggara Barat.

Atal mengatakan KEJ merupakan panduan moral dan etika profesi wartawan dalam menjalankan kegiatan jurnalismen, mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyajikan informasi (6M).

KEJ menempati posisi yang sangat vital bagi wartawan untuk memastikan masyarakat mendapatkan informasi yang benar, akurat, beretika, dan bertanggung jawab.

Namun dalam praktik, ternyata banyak media masih melakukan pelanggaran KEJ, terutama dalam pemberitaan terhadap perempuan dan anak.

Ia memaparkan hasil analisis Komisi Nasional Perempuan pada 2015 terhadap pemberitaan sembilan media cetak dan “online” di Jakarta, yang menunjukkan masih banyak pelanggaran.

“Bentuk pelanggaran KEJ paling banyak mencampurkan fakta dan opini sebesar 40 persen. Disusul mengungkap identitas korban 38 persen, mengandung informasi cabul dan sadis 21 persen, dan mengungkap identitas pelaku anak 1 persen,” katanya menyebutkan.

Atal mengatakan, Dewan Pers sudah menerbitkan seruan Nomor 189 tentang Pemberitaan Kasus Asusila pada 2013, sebagai upaya mempertajam penekanan Pasal 5 KEJ.

Pasal 5 menjelaskan bahwa wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

Di dalam penafsiran pasal tersebut ditegaskan, identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.

“Dewan Pers merasa perlu mengingatkan pengelola media dalam meliput kasus kejahatan asusila agar bersungguh-sungguh melindungi korban. Sebab, dalam praktiknya masih banyak pemberitaan yang menyebutkan identitas korban,” ucapnya pula.

Ia juga menyoroti belum adanya pasal dalam KEJ yang mengatur secara spesifik tentang perlindungan bagi kaum perempuan, baik korban maupun pelaku kekerasan atau tindak pidana lainnya. ant